Rabu, 06 Agustus 2014

Harapan Sepucuk Surat


Selalu hidup dalam kekosongan diri. Tak ada banyak tawa menghiasi. Selalu saja duka yang mengiringi. Aku rindu sosok manisnya. Teman kecil yang menemani segala macam bentuk nilai kehidupan. Semua tampak indah sebelum dia pergi. Inilah satu alasan aku tetap menunggunya disini. ditempat ini kenangan selalu melintasi
"Bukankah ini indah? Bunga-bunga bermekaran dengan sendirinya. Menghiasi sudut-sudut lapangan lebar ini. Terkadang aku ingin selalu hidup di tempat ini. Dan jauh dari rasa sakit yang menghampiri. Aku ingin terlepas dari beban masalah yang mengikat diri. Aku ingin lepas dari jeratan yang merantai hati. Hingga saat ini aku selalu menunggu takdir yang akan terjadi padaku. Selalu menunggu hingga saat itu benar-benar datang."
" Kamu siapa? Aku tak pernah melihatmu sebelumnya?"
"Reshalina M. Caliztha. Orang yang selalu hidup dalam sandiwara kehidupan. Yang tak pernah benar dalam setiap pengakuan. Dan selalu merasa sendirian saat beribu orang mendekat. Aku ingin mencari jati diri ku yang sebenarnya dengan bantuanmu. Bisakakah permohonan kecil ini kamu...?"
"Maaf Resha aku tak pernah ada waktu untuk itu. Aku selalu sibuk dengan apapun yang terjadi padaku. Aku tak pernah ingin mengenal orang lain lebih dari mengenalnya. Karena aku menunggu dia kembali. Dia penyemangat hidupku. Yang selalu ada waktu untukku. Tapi karena kamu tau tempat indah ini. Aku akan menolongmu dengan segala kemampuanku, Resha."
Aku mengatakan hal yang semestinya tidak ku katakan. Ini jauh dari hal yang ku bayangkan. Dan aku merasa lega dengan pernyataan itu. Aku merasa aku telah mengenalnya beribu tahun lamanya. Aku selalu merasa nyaman jika harus didekatnya. Setiap saat! Setiap kami sama-sama punya waktu. Untuk terus berdua memandangi langit di sela-sela ilalang. Aku mengajaknya main ke rumah. Ku lihat di sudut sofa sudah ada Zee. Cewek tomboy yang selalu menyemangatiku saat aku kehilangan sahabat kecilku. Aku mengobrol dengannya, bercanda tawa, sampai-sampai aku tak sadar Resha ada di dekatku sejak tadi.
"Aku ingin pulang..." Katanya penuh kebimbangan.
"Tunggu. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat indah yang belum pernah kau kunjungi. Ayo ikuti aku." Aku berdiri di depannya dan menarik tangannya. Memegang jemari lembutnya. Dan kami sampai di perbatasan air dan darat, yaitu danau dengan kapal yang sudah siap sejak tadi pagi. Dia begitu senang. Memang kedengarannya indah, gemercik air bagai sumber kehidupan nyata saat ini. "Rama, apakah terlalu aneh jika ada cowok mencintaiku? Apakah terlalu aneh jika cintaku akan berbalas? Aku bimbang dengan cintaku, aku bingung dengan pilihanku. Apa aku salah pernah mencintainya. Kamu pernah bayangin gak, kalo ada cewek suka sama kamu tapi enggak berani bilang perasaannya ke kamu?"
"Kenapa kamu tanya itu? Jika memang ada cewek yang seperti itu aku akan menghargainya. Karena lebih baik dicintai daripada mencintai. Bukan kah begitu Resha? Tapi aku fikir tak pernah ada cewek yang spereti itu" jawabku santai
"Kedengarannya sangat layak pendapatmu untuk didengar. Aku tau mengapa namaku Reshalina Mentari Calizta. Ya, karena hidupku mirip mentari. Yang selalu bersinar menyinari setiap orang yang melintasinya, tapi itu menyakitkan. Beda dengan lilin yang sama sekali tak sebanding. Orang-orang lebih memilih lilin karena cahaya lilin berguna. Berguna bagi hidup mereka."
"Kenapa kamu berbicara seperti itu? Bagiku kamu sempurna, lebih dari cewek manapun yang pernah ku kenal. Kamu beda dari cewek biasanya. Kamu kuat. Kamu tegar. Dan kamu hebat! Kalau ada yang lebih pantas untuk merasaakan ketidak sempurnaan itu aku. Aku orangnya. Yang selalu bersembunyi dalam diam. Tak pernah berani mengungkapkan perasaan. Padahal dia sangat dekat denganku. Kalau dia selalu butuh aku untuk menemaninya, aku selalu siap. Karena apapun kesibukkanku aku selalu punya waktu untuknya. Aku selalu punya waktu untuk melihat tawa kecil yang menyelinap di antara bibirnya. Dia yang paling istimewa bagiku. Ayo kita naik kapal."
Gadis itu hanya mengangguk. Menginjakkan kakinya di perahu. Aku sangat menyukai saat saat seperti ini, bersama orang yang sangat aku cintai. Dia memegangku dengan sangat erat. Aku berusaha menjailinya dengan pura-pura tercebur. Agar aku bisa tau seberapa besarnya rasa carenya padaku. Dia panik, dan sontak dia ikut tercebur ke danau. Dia menggigil kedinginan. Aku membawanya ke tepi danau.
"Maaf Resha. Aku terlalu bercanda. Aku keterlaluan."
"Enggak papa kok Rama." Singkat katanya.
Hari terus berganti. Musim pun ikut merayakannya. Resha bercerita tentang hidupnya yang selalu terikat dengan peraturan ayahnya. Dia tak pernah merasa tenang dirumahnya sendiri. Aku mengajaknya, menuliskan suatu permohonan pada balon di taman ilalang. Aku menuliskan
"aku tak pernah ingin orang yang di dekatku sekarang pergi jauh meninggalkanku" dan Resha menuliskan
"Aku ingin hidupnya bebas dari beribu jeratan peraturan ayahku sendiri."
Kami melepaskannya terbang tinggi sampai balon itu benar-benar diterima Tuhan. Aku yakin Tuhan mau mengabulkan doa Resha. Aku yakin itu. Karena dia orang baik, dia akan berguna untuk negara.
"Terima kasih Rama. Ini hal terindah dalam hidupku. Semenjakku mengenalmu hidupku menjadi lebih berwarna. Tangisku menjadi sirna. Berubah menjadi kebahagiaan yang tersirat di lubuk hatiku. Aku tak ingin kebersamaan ini cepat berakhir. Aku ingin disini. Selalu bersamamu setiap saat. Bersama teman sekaligus ketua tim basket disekolah."
"Emmm... Sebagai balasan dari semua yang kulakukan untukmu. Aku ingin kamu bermain sekaligus berlatih basket untukku. Karna aku ingin tau, seberapa hebatnya dirimu. Seberapa mampu kamu akan mengalahkanku. Apa kamu sanggup?"
"Basket? Tapi..... Oke aku mau asalkan masih bersamamu. Besok sore kamu menungguku di lapangan belakang sekolah. Karena aku tau aku harus menjadi penyemangatmu dua hari kedepan. Saat perlombaan itu tiba."
Aku tersenyum. Dia teman terindah saat ini. Dia yang mampu menggantikan teman kecilku dulu. Aku merasa bangga mengenalnya. Bangga dengan pertemuan kita. Dengannya aku lebih mengerti arti persahabatan yang sebelumnya tak pernah ku rasakan dan mungkin juga cinta hadir pada kita. Entah, aku tak tau perasaannya, tapi aku tau persis perasaanku yang memendam rasa cinta begitu besar untuknya. Sore itu dia benar-benar datang. dengan senyuman yang selau bersamanya. Kami bermain bersama hingga letih menghampiri. Dia merasa sangat letih. Tak pernah ku bayangkan fisiknya benar-benar selemah itu.
"Saya mengizinkanmu berteman dengannya bukan untuk membuatnya merasa letih. Dia tak seperti yang kamu bayangkan sebelumnya. Saya ingin yang terbaik untuk Resha. Sekarang kamu pulang Resha! Kamu tidak cocok bermain dengan orang yang hanya bisa membuatmu lebih sakit!" Kata laki-laki paruh baya yang ternyata ayah Resha.
"Ayah, kamu salah menilainya. Rama baik padaku. Aku kesini karena ini memang keinginanku. Dia tak pernah memaksaku sebelumnya."
"Kenapa kamu membelanya? Aku ayahmu. Aku yang lebih tau tentang kamu Resha! Bukan dia!"
"Maaf sebelumnya, saya tak pernah memaksa anak anda. Saya justru ingin yang terbaik untuk teman saya. Anda tidak berhak menghina saya. Om, izinkan Resha untuk menemukan jati dirinya. Izinkan dia untuk menjadi seperti yang lainnya. Om tidak tau perasaannya. Resha merasa tertekan dengan perlakuan anda saat ini. Resha jauh lebih merasa nyaman berada di sini bersama saya. Saya mohon izinkan dia untuk menjadi seperti yang Resha mau."
Ayahnya sama sekali tidak memperdulikan perkataanku. Dia menarik tangan Resha dengan paksa. Aku merasa kasihan dengannya. Aku tak pernah tau raut mukanya akan sesedih itu. Seprtinya ayahnya sangat marah padaku. Resha semakin jauh. Menaiki mobil ayahnya. Menangis disamping ayahnya sendiri. Aku tak menyangka. Ayahnya begitu kejam. Sangat melarang Resha untuk mencapai impiannya. Tapi aku tetap yakin. Walaupun kejadian tadi menyiksa hatinya dia pasti akan tetap datang untuk perlombaan basket ku di hari esok. Aku mempersiapkan segala macam perlengkapan basket ku. Aku merasa bersemangat untuk besok. Dan saat perlombaan pun tiba. Masing-masing tim telah memasuki lapangan. Aku mencari Resha. Kemana dia? Mengapa tak datang di acara penting ini. Resha kumohon, kamu tau kan ini satu-satunya cara agar aku lebih banyak dikenal. Peluit pun akhirnya tergetar dan pertandingan pun dimulai. Aku merasa tak konsentrasi dan aku kalah dalam perlombaan. Semua orang menyalahkanku
"Ketua macam apa kamu? Kenapa lawan yang segampang itu saja kita kalah. Kami semua salah memilihmu untuk menjadi yang terbaik."
"Maaf Rama. Aku terlambat dan aku mengecewakanmu. Aku membuatmu dibenci teman-temanmu."
"Puas kamu! Kamu udah membuat aku berteman denganmu dan kamu meninggalkanku saat hari pentingku. Sekarang aku sadar kamu irikan sama aku? Apa saja bisa aku lakukan dengan tanganku. Sedang kan kamu hanya bisa duduk lemah tak berdaya dengan harapan yang dilarang ayahmu sendiri. Aku tau kamu ingin sepertiku. menjadi terdepan karena prestasi bermain volly ku. Tapi apa? Sekarang kamu munghancurkan harapanku. Kamu jauh lebih licik dari yang ku kira. Aku tak menyangka kamu tega melakukan itu. Sekarang kamu puas? Mereka benci padaku, kamu bisa menggantikan jabatanku sebagai ketua! "
"Maksih Rama. Tapi aku merasa sakit hati dengan semua perkataanmu. Kamu lebih baik dari aku. Jauh lebih baik. Aku tak bisa melakukan apa saja yang aku inginkan. Aku sadar itu. Tapi asal kamu tau, aku tak pernah iri denganmu. Aku ingin yang terbaik untukmu. Dan ternyata ayah benar, aku salah menilaimu. Ini yang namanya teman? Selalu mengina kelemahan temannya sendiri. Terima kasih sudah membuatku melihatmu saat ini!"
Aku pergi meninggalkannya dilapangan. Kenapa dia marah denganku? Seharusnya aku yang marah dengannya. Sekarang aku kehilangan posisiku di tim basket ku sendiri. Resha begitu tega merenggut impianku. Aku ke taman ilalang itu. Aku berteriak meluapkan amarah dan kesedihanku. Aku tak menyangka dia begitu tega dan sangat tega. Padahal selama ini aku selalu menjadi bagian dari dirinya. Selalu membantu setiap kesulitannya. Aku marah padanya tapi aku masih peduli terhadapnya. Aku merasa bersalah dengannya. Aku sadar ini sama sekali bukan kesalahannya. Mungkin saat itu dia sibuk dan ada beribu alasan ketidak datangannya. Aku menyadari sudah seminggu lebih dia tak masuk sekolah. Aku takut perkataanku terlalu melukai hatinya lebih dalam. Aku mencarinya, bertanya kepada setiap orang yang ku temui. Kata kepala sekolah Resha telah pergi. Aku mencari ke rumahnya. Dan ayahnya mengajakku ke suatu tempat. TPU? Aku melihat nama Resha tertulis di batu nisan.
"Resha telah pergi lebih dulu meninggalkan kita. Saya begitu menyesal tidak sempat mewujudkan keinginan kecilnya. Saat itu saya menemukannya tergeletak di tengah lapangan basket sendirian. Saya membawanya kerumah sakit. Saat dia sadar dia benar-benar lemah. Dia meminta kertas dan pensil untuk menuliskan surat ini untukmu. Terima kasih Rama sudah membuat Resha mengenal dunia barunya. Selama ini saya selalu menyiksanya dengan obat-obatan yang di berikan dokter. Dia merasa terekan dan tak bisa bebas. Selama ini dia sakit kangker ganas. Dan dia tau sampai kapan dia akan bertahan. Dia mencintaimu, sampai saat ini pun rasa cintanya masih tersimpan untukmu. Saya pulang dulu ya Rama. Saya rasa saya mengganggumu."
"Resha kenapa kamu pergi? Aku belum sempat berucap maaf padamu. Aku salah menilaimu selama ini. Aku bodoh, aku lebih lama mengenalmu tapi aku tak pernah tau rasa sakitmu. Justru aku membuat hari terakhirmu di dunia menjadi lebih menyakitkan. Maafkan aku. Aku tak pernah percaya denganmu." Aku membuka surat Resha dan .........

Untuk teman paling baik yang pernah ku kenal Rama
Maaf...aku mengecewakanmu di hari pentingmu. Jujur aku tak punya maksud untuk itu. Saat itu aku tiba-tiba terjatuh dan ayah membawaku ke dokter. Saat semua orang lengah aku berlari untuk melihatmu menang. Tapi yang ku temui kamu kecewa. Aku tak tau jika ketidak datanganku membuatmu kalah dalam pertandingan. Jika saja Tuhan masih memberi kesempatan untukku. Untuk memutar kejadian di hari itu. Aku pasti melihatmu tersenyum di hari terakhirku. Aku Reshalina M. Caliztha adalah teman kecilmu dulu. Yang tak pernah tinggal tetap disuatu tempat karena penyakitku. Aku mencoba mencarimu kembali ke sini dan aku menemukanmu. Semua tampak lebih indah saat kita bersama lagi. Seperti dulu. Seperti semua beban telah hilang, terlepas dari diriku. Aku mencoba hal baru denganmu. Mencoba berbagai kesempatan terakhirku. Dari surat ini, aku ingin kamu tau bahwa aku tak pernah pergi di hatimu sebagai orang yang selalu mencintaimu dalam kesunyian, dalam kesendirian, dan dalam diam. Aku selalu menemani kapanpun dan dimanapun kamu. Karena kamu cinta terakhirku. yang selalu membuatku merasa terlahir kembali sebagai sosok yang baru. Sosok yang terbebas dari obat-obat yang selalu menusuk hidungku. Aku tau ayah ingin yang terbaik untuk kesembuhanku. Tapi cara ayah salah. Maaf aku terlalu cepat meninggalkanmu. Meninggalkan kenangan kamu dan aku. Ada saatnya mata ini berhenti melihat senyumanmu. Ada saatnya telinga ini berhenti mendengar kritikan manismu. Dan ada saatnya raga ini berhenti untuk selalu memelukmu. Ingatlah aku kapanpun kamu sanggup mengingatku. Aku akan selalu menjaga janji dan hatimu. Rama, sudah saatnya aku pergi meninggalkanmu. Aku ingin kamu berjanji padaku. Apapun keadaanmu saat ini, kumohon kamu jangan pernah lagi meneteskan air mata. Kecuali air mata kebahagiaan.

"Terima kasih membuatku merasakan kehilangan untuk yang pertama kali di hari di mana Tuhan mempertemukan aku denganmu di tempat yang sudah berbeda ini. Kamu ingat 8 Agustus, hari aniv kita untuk yang pertama kali. Terima kasih atas lukisan indahmu. Ini akan selalu membuatku untuk tidak berhenti mengenangmu. Semua yang kamu lakukan untukku, akan selalu ternilai dihatiku. Maafkan aku membuatmu lebih sakit dari biasanya. Jika waktu bisa berhenti di detik itu, aku ingin memandangmu lebih lama. Jika aku tau kamu akan pergi, aku tak akan mampu menggunakan fikiranku untuk menyakitimu. Aku membuatmu menahan rasa sakitmu terlalu lama. Aku hanya bisa membalas pengorbananmu dengan kata-kata yang mengiris hatimu. Aku tak tau bagaimana caranya menjadi sahabat yang baik. Sahabat yang tidak membuat luka baru di hatimu Resha. Aku gagal! Aku gagal mencintaimu dengan sempurna. Aku tak pernah bisa menjadi yang terbaik untukmu. Mengapa aku tak bisa menyampaikan rasa cinta yang begitu besar untuknya. Mengapa? Apa cintaku hanya bisa merapuhkannya. Apa cintaku menjadi beban baginya? Tapi aku berharap, semua yang ku lakukan untukmu. Akan selalu berarti di hidupmu. Karena semua yang ku lakukan tulus, apa adanya, tanpa syarat yang mengikatnya. Aku percaya takdir, dia akan mempertemukan aku denganmu lagi, di kehidupan selanjutnya, tanpa beban rasa sakit lagi. Aku tak akan menangis lagi, seperti yang kamu minta. Aku akan menjadi lebih dewasa. Menjadi lebih ternilai, walaupun itu tanpamu. Aku berjanji akan selalu tersenyum menyapa hariku. Karena aku tau, kamu selalu disampingku, setiap saat. Tanpa aku harus mencarimu lagi. Aku akan seperti orang bodoh kalau aku mencari seseorang yang setiap saat ada di dekatku. Aku sangat mengharapkan kamu datang di mimpiku. Dengan senyum lepas seperti dulu. Menampakkan kelingking, kemudian berucap salam persahabatan. Terkadang aku tersenyum sendiri jika mengingatmu. Karena wajahmu membuatku ingin memandangmu lebih lama. Tuhan, sampaikan salamku untuk bidadari yang sudah ada di dekatmu saat ini. Dekaplah dia, buat dia merasa hangatnya pelukanmu. Jangan biarkan dia meneteskan air matanya lagi untukku. Terima kasih tuhan, telah mempertemukan aku dengannya kembali, walaupun akhirnya dia pergi lagi. Pergi untuk yang terakhir kali dan sulit ku temui. Tapi, aku bangga dengan semua itu. Aku bangga pertemuan aku dengan Resha. Aku bangga mengenalnya. Aku bangga merasakan semua hariku bersamanya. Aku yakin tuhan akan mengirimkannya lagi. Sebagai sosok yang baru, nama yang baru, tapi jiwanya tetap Resha! Tetap Resha! Hanya Resha! Yang terbaik untuk hidupku!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar